Posted inOpini

Kompor Tua

Spread the love

Mungkin sudah masanya tiba, bangsa Indonesia kehabisan sosok atau figure yang mampu dan benar-benar bisa dijadikan panutan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bukan maksud meremehkan siapapun yang saat ini sedang di gadang-gadang untuk menjadi pemimpin nasional. Namun bibit bobot dan bebet orang-orang yang ditokohkan saat ini memang jauh dari harapan. Kalau pun ada yang mengunggulkan salah seorang tokoh tentu hanyalah golongan dari tokoh yang dimaksud. Selebihnya diam dan gak tahu harus bagaimana.

Ketika tokoh atau figur-figur hasil dari manipulasi narasi sebagai upaya pencitraan umumnya tidak akan berhasil. Selanjutnya hanya akan menjadi bahan olok-olok netizen yang maha benar. Masalahnya, hampir semua tokoh yang ada saat ini merupakan hasil pencitraan yang bombastis. Sehingga tiada hari tanpa jor-joran untuk meraih posisi tertinggi dalam mencuri hati rakyat Indonesia.

Tantangan yang luar biasa akan dihadapi Bangsa Indonesia. Kehabisan tokoh, kehabisan energi, kehabisan uang, kehabisan bahan pangan. Lalu semua pihak saling curiga, saling waspada mewaspadai, karena satu sama lainnya tidak dapat dipercaya. Bila tidak ada lagi yang mampu mengendaikan diri sangat mungkin bisa jadi perang horizontal. Tentu semua tidak mengharap terjadinya perang saudara, namun bila tidak hati-hati kemungkinan itu bisa saja terjadi.

Sekedar pandangan umum ketika melihat perkembangan yang ada saat ini, hampir tidak ada lagi tokoh tua sebagai senior bangsa yang bisa menjadi pengayom, minimal memberikan kesejukan dan harapan. Yang ada malah sebagai kompor yang mempersengit persaingan di seluruh komponen bangsa. Masing-masing orang tua itu saling menunjukkan arogansi, saling membeberkan kekurangan dan kelemahan satu sama lainnya. Ditambah langkah-langkah yang mereka lakukan makin menunjukkan ketamakan, keserakahan, dan segala hal yang berbau kemaruk kekuasaan dan materi. Tanpa peduli apa dan bagaimana nasib bangsa Indonesia ke depan, tapi mereka selalu mengatakan semua yang mereka lakukan adalah perjuangan untuk masa depan bangsa dan negara yang lebih baik. Dan ucapan itu dikoar-koarkan setiap lima tahun sekali, sayangnya semua tak pernah terbukti kecuali narasi keberhasilan yang menguras air mata rakyat jelata.

Atau mungkin memang sudah saat nya akan tiba. Saat apa yang sudah dibangun sejak 17 Agustus 1945 harus runtuh karena tidak ada lagi yang peduli pada negeri. Karena semua sudah mengutamakan kepentingan Partai yang ditaruh di atas segala-galanya. Tidak ada lagi pekik cinta negeri, yang ada h anyalah teriakan-teriakan hidup dan mati untuk Partai. Selebihnya adalah kotbah-kotbah surgawi tanpa peduli apa yang terjadi di bumi Pertiwi.