Posted inSosial Budaya

Menengok ‘dapur’ Kesenian PIPP Kota Blitar

Spread the love
ketoprak blitar
Ada rona kekeluargaan yang mendalam di salah satu ruang anjungan Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan [PIPP] Kota Blitar. Ketika keluarga seniman yang notabene berasal dari berbagai tempat akan tampil dalam pertunjukan seni ketoprak di pendapa PIPP Kota Blitar. Memang salah satu anjungan yang sebenarnya ada 4 gedung itu di manfaatkan untuk sementara sebagai tempat rias para seniman ketoprak. Sehingga pemain ketoprak yang terdiri dari anak-anak sampai kakek-kakek berkumpul merias diri. Mereka saling bantu memakai make up, baju wayang dan sebagainya.
Tidak disangka, di dalam ruang tersebut yang mana banyak orang sedang sibuk dengan urusan rias dan baju wayang orangnya, ada seseorang yang cukup penting ikut meleburkan diri ke dalam keramian itu. Dia juga berusaha memakai make up bak wayang orang. Dialah Kepala Dinas Pariwisata Kota Blitar, bapak Kasmiadi.

Sebagai kepala dinas, dia ikut terjun langsung menjadi salah satu pemain ketoprak. Mungkin tidak lazim, namun itulah kenyataannya. Pak Kasmiadi memiliki komitmen yang kuat untuk memacu dan melestarikan kebudayan daerah sehubungan dengan tugas dan wewenangnya sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kota Blitar. Visinya sangat jelas, untuk menjadikan Kota Blitar sebagai Kota dengan kebudayaan tinggi seiring dengan kemajuan Kota Blitar diberbagai aspek kehidupan masyarakatnya.

Menurut Pak Kasmiadi, dia tidak memungkiri terhadap adanya banyak kendala, baik di lingkungan dinas sendiri maupun dengan pihak luar dinas. Termasuk anggaran dana yang hanya 1.5% dari seluruh APBD Kota Blitar, dia harus mampu menunjukkan kinerjanya dan kemampuannya dalam memajukan pariwisata Kota Blitar. Tak pelak lagi Pak Kasmiadi harus mencari terobosan-terobosan kreatif dalam mengusung seni atu adat daerah ke pagelaran yang  memungkinkan dapat dinikmati oleh seluruh wisatawan yang berkunjung ke Blitar.

Sekarang pendapa yang terdapat diarea parkir makam Bung Karno itu sudah rutin mampu menampilkan berbagai karya seni seminggu sekali. Kadang Wayang kulit, Jaranan, sendra tari dan berbagai karya seni dengan basis gamelan. Dengan jurus kekeluargaan Pak Kasmiadi secara proaktif mendekati para seniman yang ada di Kota Blitar. Meski belum semua elemen seniman dapat direngkuh setidaknya langkah tersebut telah membuahkan hasil. Terbukti dengan hanya mengeluarkan anggaran dana sekitar 1 juta, pendapa PIPP tidak pernah absen dari berbagai pagelaran seni.

“Sebenarnya, mereka (seniman) hanya memerlukan media untuk mengapresiasikan karya seninya. Apabila media tersedia, itu akan memacu para seniman untuk terus latihan dan berkarya”, ungkap Pak Kasmiadi. Dan telah terbukti, dengan anggaran yang begitu minim, dan memang kondisi anggaran secara kenyataan benar-benar minim, para seniman Blitar telah bahu membahu untuk tampil yang terbaik demi seni dan keharuman kota Blitar.

Tahulah sekarang, mengapa pengembangan dan pembangunan tempat-tempat pariwisata di Blitar belum begitu maksimal. Tapi memang semua masih harus mengacu pada skala prioritas terhadap pembangunan itu sendiri. Pak Kasmiadi pun berpesan sekaligus mengajak seluruh generasi muda Blitar untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan kebudayaan khususnya dan pariwisata Blitar pada umumnya, tanpa harus menunggu pihak penguasa sebagaimana yang telah di tauladankan Bung Karno dalam membangun Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *