Posted inOpini

PERANG KEMBANG

Spread the love

Menapaki jaman bubrah. Segala sesuatu menjadi gak karu-karuan. Demikian juga yang berkaitan dengan tatanan sebuah negara, termasuk Indonesia. Akan mengalami goncangan yang tidak bisa dibilang enteng. Tidak menutup kemungkinan Indonesia akan bubar jalan menyusul negara-negara yang lebih dulu lengser keprabon alias tenggelam ditelan jaman.

Indonesia tidak bisa lepas dari carut marut politik internasional. Walau bentuk intervensinya tidak terbaca dengan jelas oleh rakyat Indonesia namun kebijakan-kebijakan para pemimpin negeri ini tidak lepas dari situasi politik luar negeri. Rakyat hanya bisa menerima dampaknya secara langsung tanpa basa-basi walau tidak semua mampu memahami.

Sementara politik internal negeri ini tidak kalah mengerikan dalam hal perebutan kekuasaan. Alih-alih memikirkan nasib rakyatnya untuk sekedar menata diri selaku penanggung jawab keberlangsungan pemerintahan sudah tidak ada waktu. Semua tersedot untuk fokus memperebutkan kekuasaan lima tahun berikutnya, begitu terus dan berulang-ulang.

Sehingga dua faktor yaitu politik internasional dan nasional yang maha runyam itu akan menghantam Indonesia dari seluruh penjuru. Hanya saja karena bangsa ini sudah begitu mendarah daging dalam hal kepura-puraan sehingga kerunyaman diberbagai aspek kehidupan bangsa ini jadi bahan olok-olok belaka. Semua hanya bisa menggerutu dan mencaci maki tanpa solusi.

Memasuki PERANG KEMBANG yang mana pihak jahat dan buruk disimbolkan dengan Raksasa akan menggempur pihak yang jujur yang disimbolkan dengan Ksatria. Jadi bukan perang lempar-lemparan kembang Sepatu atau peperangan yang memperebutkan kembang. Tapi perang antara Raksasa dan Ksatria.

Simbol Raksasa sangat relevan dengan situasi dan kondisi saat ini. Raksasa selain sebutan untuk mahluk yang sangat besar, juga sangat mewakili bahwa kejahatan dan keburukan di negeri ini memang sudah meraksasa alias merajalela.

Kemudian yang menjadi masalah, masih adakah Ksatria-ksatria yang akan menghadapi para Raksasa di negeri ini? Karena keburukan dan kejahatan di negeri ini sudah mayoritas menyetubuhi setiap aspek hidup dan kehidupan masyarakat Indonesia.

Raksasa-raksasa itu sudah mampu menjelma dan menyatu ke dalam setiap aspek kehidupan manusia. Sehingga hampir tidak ada celah atau sudah tidak ada tempat lagi di negeri ini untuk menabur benih-benih kebaikan. Sebaik apapun niat seseorang akan musnah terinjak kaki Raksasa, kapan pun dan dimana pun, semua ruang dan waktu sudah dalam genggaman tangan-tangan Raksasa.

Indonesia tidak menutup kemungkinan akan menjadi Raksasa berikutnya menyusul Raksasa-raksasa yang sudah lebih dulu tercipta di luar sana. Raksasa tidak perlu orang tua untuk melahirkannya, tapi cukup melestarikan keburukan dan kejahatan di sepanjang waktu maka otomatis akan tercipta Raksasa dengan segala kesaktiannya.

Dalam skala kecil, negeri ini, ya Indonesia. Sudah ada Raksasa-raksasa dalam ukuran mini. Namun jumlahnya sangat banyak. Tinggal menggabungkan saja maka Raksasa-raksasa kecil tersebut sudah mampu menjadi Raksasa yang sesungguhnya sebagaimana para Raksasa yang sudah lebih dulu ada di luar sana.

Dan saat ini, Raksasa-raksasa kecil yang ada di Indonesia sedang bermain perang-perangan. Hanya untuk menunjukkan siapa yang paling jago dalam bersilat lidah, jago dalam strategi licik, hebat dalam mengelabuhi rakyat, pintar dalam memanipulasi kepentingan umum menjadi kepentingan pribadi dan seterusnya.

Butuh ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun untuk melahirkan Ksatria-ksatria yang mampu menandingi para Raksasa tersebut. Tergantung kecerdasan dan kesadaran rakyat Indonesia. Cerdas dalam menganalisa dan sadar bahwa saat ini rakyat dalam cengkeraman para Raksasa. Sehingga dengan kesadaran penuh nantinya diharapkan muncul benih-benih kebaikan dalam hati lalu sedikit demi sedikit diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari. Walau perih dan pedih akan selalu mengiringi karena semua tidak lepas dari pengawasan para Raksasa. Tapi hanya itulah jalan satu-satunya melawan keburukan dan kejahatan para Raksasa.

Yakni menahan penderitaan dengan terus berbuat baik agar terlahir benih-benih yang akan tumbuh menjadi Ksatria.

Bila tahun ini belum mampu melahirkan Ksatria setidaknya sudah ada yang mampu memulai agar tahun depan, depannya lagi, dan lebih depannya lagi, akan lahir Ksatria. Atau minimal ada yang memulai untuk berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Raksasa. Konsekuensinya adalah penderitaan di semua aspek. Hanya dengan begitu akan tumbuh harapan munculnya Ksatria suatu saat nanti. Kapan? Bisa 5 tahun ke depan, 10 tahun ke depan, 100 tahun ke depan atau bahkan 1000 tahun lagi. Semua tergantung manusia-manusia yang masih hidup saat ini.