Posted inSosial Budaya

Nyai Diwut pada Gong Budaya Kebangsaan

Spread the love

Hari ke dua pagelaran Gong Boedaya Kebangsaan 2009, seluruh rangkaian acara ditutup dengan penampilan atraksi tradisional Nyi Diwut, atau Nyai Diwut, bahkan sering disebut Ni Diwut, maknanya sama, yaitu seorang perempuan bernama Diwut. Nyi Diwut ini adalah permainan orang-orang tua jaman dahulu. Menurut beberapa sumber, permainan Nyi Diwut sejak tahun 1965 sudah tidak dimainkan. Malam itu, kali pertama Nyi Diwut diperkenalkan kembali oleh warga gebang Kidul yang dibantu seniman-seniman Blitar lainnya.

Awalnya, pembawa acara sempat menyingung bahwa pertunjukan Nyi Diwut mengandung ritual yang sedikit menyeramkan. Sehingga hadirin dibuat makin penasaran. Begitu pertunjukkan akan dimulai, beberapa lampu di area pertunjukkan sengaja dipadamkan, menambah suasana angker.Selanjutnya, ada sekitar 7 nenek-nenek dan 7 ibu-ibu duduk bersimpuh diatas tikar yang telah disiapkan panitia. Kemudian salah seorang dari nenek-nenek itu memberikan aba-aba. Terdengarlah tembang-tembang jawa yang garis besarnya masing-masing tembang atau nyanyian itu susunannya sebagai berikut :
1. Lir-ilir Sumilir
2. Lir-ilir Gunanti
3. Midodari Tumuruno
4. Nyoh Uceng, Nyoh Lengo
5. Yo Ngguwak bocah Bajang
6. Kil Cukil Kambil
7. Kembang Jambu
8. Wo Awi imo-imo
9. Wo awi duren mentah
10. Yo mapak bocah bajang
11. Bage’no Bage’no
12. Kembang Menur Midodari
13. Kembang Melati
14. Kembang Lhoo
15. Kembang Sriuni
16. Kembang Alang-alang
17. Nyi Diwut-Nyai Diwut
18. Nyi Diwut Jumblo-jumblo
19. Ceplik Pring

Diantara nenek-nenek dan ibu-ibu tersebut, ternyata juga telah siap beberapa gadis muda yang masih perawan. Desas-desus dari beberapa orang tua, ternyata memang yang nanti bermain adalah para gadis perawan tersebut, sementara nenek-nenek dan ibu-ibu hanya melakukan ritual malantunkan tembang-tembang seperti diatas.

Siapakah Nyi Diwut ity? Ternyata dia adalah sebuah batok kelapa yang di-make up menyerupai wajah seorang perempuan, kemudian ditempelkan pada ‘rinjing’ sebagai tubuhnya. Di belakang batok kelapa diselipkan daun-daun puring agar terlihat sebagai rambut kepala.

Gadis PerawanKetika lantunan tembang sampai ke no 5 yakni ‘Yo Ngguwak bocah Bajang’, maka ada 3 gadis mengangkat Nyi Diwut ke belakang panggung. Ternyata disana sudah siap seorang laki-laki tua dengan seperangkat alat pembakaran menyan. Sementara itu tembang-tembang terus mengalun dari peserta ritual yakni nenek-nenek dan ibu-ibu tadi.

Ketika lantunan tembang sampai no 10, kembali 3 gadis tersebut mengangkat Nyi Diwut dari belakang panggung secara perlahan menuju tempat semula di tengah kerumunan penembang.

Dengan tembang-tembang yang terus dinyanyikan, kemudian salah seorang pemimpin dari nenek-nenek itu menyuruh ke 3 gadis mengangkat Nyi Diwut ke tengah-tengah area permainan yaitu di depan panggung. Lalu ada 2 anak laki-laki membawa alat penumbuk padi (alu) ukuran kecil dan sebuah penumbuk bumbu masakan ( huleg-huleg dari kayu) datang mendekati Nyi Diwut.

” Nyi Diwut, anakmu tak gowo!” teriak kedua anak laki-laki terus menerus sambil mengacungkan alat tadi dihadapan Nyi Diwut. Tiba-tiba entah kekuatan dari mana, ke 3 gadis yang mengangkat Nyi Diwut terbawa gerakanya Nyi Diwut mengejar anaknya yang dibawa oleh ke 2 laki-laki tadi. Gerakannya seperti orang meronta-meronta ingin lari, itu bisa dilihat dari polah ke 3 gadis pembawanya yang harus lari kesana-kemari, kadang Nyi Diwut melonjak-lonjak.

Nyi Diwut
Pada mulanya penonton, sempat ngeri dan ketakutan, kawatir kalau-kalau terjadi sesuatu menimpa mereka. Namun suasana itu berubah gembira ketika salah seorang dari pelaku permainan menawarkan untuk penonton khususnya perempuan yang masih perawan ikut mencoba memegang Nyi Diwut. Mengapa harus gadis perawan? Kata salah satu sumber, bila bukan perawan otomatis Nyi Diwut tidak mau bergerak!Awalnya penonton masih takut, namun begitu ada salah satu penonton yang tidak bisa menahan rasa penasarannya, kemudian menggantikan salah satu posisi ke 3 gadis tadi, dan ternyata bisa menikmati gerakan-gerakan Nyi Diwut yang mengejar-ngejar 2 laki-laki tadi. Akhirnya banyak penonton lainnya ingin mencoba dan susana berubah menjadi ramai karena tepuk tangan dan tawa.

Itulah permainan Nyi Diwut, asli permainan tradisional maryarakat Blitar jaman dahulu. Mungkin kalau di luar Blitar mirip dengan yang disebut Jaelangkung. Tapi bila melihat efek permainan Nyi Diwut itu, hanyalah sebuah permainan belaka, meskipun sedikit ada tenaga magicnya, justru itu yang membuat berdebar-debar campur geli karenanya. Beberapa sumber mengatakan, dulu di Blitar, permainan itu sudah biasa dilakukan, dan memang tidak menimbulkan akibat negatif. Hanya saja, harus hafal lirik dari tembang-tembang jawa kuno. Itulah yang mungkin menjadi akibat tidak dimainkan lagi permainan Nyi Diwut pada jaman sekarang, maklum saat ini bahasa jawa sudah mulai punah. Kenyataannya banyak anak muda khususnya di Blitar yang tidak bisa bahasa jawa.

Malam itu yang memainkan Nyi Diwut adalah warga Gebang Kidul dibantu bapak-bapak seniman Blitar, sementara para gadisnya yang secara suka rela ikut memainkan Nyi Diwut adalah siswa-siswi dari SMA Negeri Kademangan Blitar.

One thought on “Nyai Diwut pada Gong Budaya Kebangsaan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *